Pada awal 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memulai implementasi sistem Coretax untuk modernisasi administrasi perpajakan Indonesia. Meskipun bertujuan meningkatkan efisiensi, penerapan sistem baru ini menghadapi sejumlah tantangan teknis yang mempengaruhi pelaporan dan administrasi pajak. Untuk mengatasi ini, DJP memberikan masa transisi bagi wajib pajak.
Masa Transisi: Memberikan Kelonggaran
Mengutip dari CNBC Indonesia, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan selama masa transisi, wajib pajak yang mengalami keterlambatan karena masalah teknis tidak akan dikenakan sanksi administrasi. Kebijakan ini bertujuan meringankan beban wajib pajak yang sedang beradaptasi dengan perubahan sistem. DJP memastikan agar masa transisi tidak memberatkan wajib pajak meskipun ada gangguan teknis.
Coretax: Tujuan dan Dampak
Coretax dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi administrasi pajak melalui integrasi data yang lebih baik antar instansi, mempercepat pelaporan, dan meningkatkan akurasi pengelolaan pajak. Sistem ini diharapkan dapat mendukung kepatuhan pajak dan mempermudah pengawasan, meski masalah teknis masih mungkin terjadi.
Pengalaman Transisi Sebelumnya
DJP sudah pernah menerapkan masa transisi dalam kebijakan lain, seperti perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang mewah pada 2025. Masa transisi ini memberi waktu bagi wajib pajak untuk beradaptasi tanpa beban tambahan.
Pemahaman Wajib Pajak terhadap Coretax
Wajib pajak perlu memanfaatkan masa transisi untuk memahami cara kerja Coretax. Langkah yang bisa dilakukan antara lain:
Menyusun laporan pajak tepat waktu meskipun ada kendala teknis.
Berkomunikasi dengan DJP untuk solusi cepat.
Menggunakan waktu ini untuk mempelajari sistem Coretax.
Langkah Progresif Menuju Efisiensi
Coretax bertujuan mengurangi ketergantungan pada proses manual, mempercepat pengumpulan data, dan meningkatkan pengawasan pajak. Namun, evaluasi berkelanjutan dan edukasi kepada wajib pajak tetap diperlukan agar implementasi sistem berjalan lancar.
Harapan Pemerintah
Dengan masa transisi tanpa tenggat waktu pasti, pemerintah menunjukkan komitmen untuk memberikan ruang bagi wajib pajak beradaptasi. DJP diharapkan terus meningkatkan layanan dan sosialisasi agar Coretax dapat diterima dengan baik, menciptakan sistem perpajakan yang lebih efisien, transparan, dan mudah diakses.
Contoh Kasus: Implementasi Coretax di Perusahaan X
Latar Belakang: Perusahaan X, yang bergerak di sektor ritel dengan banyak cabang di Indonesia, wajib melaporkan PPh dan PPN secara rutin. Pada awal 2025, DJP menerapkan sistem Coretax untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam administrasi pajak.
Masalah: Perusahaan X menghadapi kendala teknis dalam migrasi data ke Coretax, mengakibatkan kesalahan dalam laporan PPN dan PPh. Proses penyesuaian prosedur pelaporan baru juga memakan waktu lebih lama bagi tim keuangan.
Masa Transisi: DJP memberikan kelonggaran bagi wajib pajak yang terlambat atau mengalami kesalahan pelaporan akibat masalah teknis. Perusahaan X terlambat melaporkan PPN untuk Januari 2025, namun DJP memberikan pengecualian tanpa sanksi administrasi.
Langkah yang Diambil:
Pelaporan Sementara:Â Perusahaan X melaporkan masalah kepada DJP dan mengirimkan estimasi pajak yang belum terlaporkan.
Koordinasi dengan DJP:Â Perusahaan X berkoordinasi untuk memperbaiki integrasi data dan mendapat pelatihan singkat untuk memahami Coretax.
Pemanfaatan Masa Transisi:Â Tim keuangan memanfaatkan waktu untuk mempelajari prosedur pelaporan baru.
Hasil dan Dampak:Setelah beberapa minggu, data berhasil terintegrasi, dan pelaporan pajak menjadi lebih lancar. Perusahaan X mulai menguasai fitur-fitur baru dalam Coretax, yang diharapkan meningkatkan efisiensi dan mengurangi kesalahan.
Kesimpulan:Kasus ini menunjukkan bahwa masa transisi Coretax memberikan kelonggaran penting bagi wajib pajak. Tanpa sanksi administrasi, wajib pajak dapat menyesuaikan diri dan memperbaiki kesalahan, mencerminkan komitmen pemerintah untuk mendukung adaptasi terhadap sistem baru.
Comments